Lamongan, Perpaduan Kuliner dan Fanatisme Sepakbola

 

Spanduk Nasi Uduk di Tribun suporter Persela lamongan

Lamongan, sebuah kabupaten di pesisir utara pulau jawa, hanya berjarak 47 kilometer dengan jarak tempuh 1 jam setengah dari kota Surabaya. Lamongan memiliki nama yang cukup melegenda di telinga pecinta kuliner, bukan tanpa alasan, Lamongan memiliki segudang makanan khas yang mampu memanjakan lidah para penikmatnya.

Soto Ayam, Penyetan, Pecel Lele, Wingko Babat dan masih banyak lagi kuliner asli yang tercipta dari tangan-tangan magis masyarakat kota Lele, dengan penduduk satu setengah juta kurang, banyak masyarakat Lamongan berani hijrah dan menjajakan cita rasa Lamongan disetiap sudut kota-kota di Indonesia. Dengan jumlah besar diaspora pedagang kuliner Lamongan mampu mengenalkan nama kotanya untuk dikenal oleh masyarakat luar.

Medio 2000an, publik sepakbola tanah air dikejutkan dengan kemunculan tim antah berantah dari kota antah berantah pula, tim itu bernama Persela. Kemunculan Persela di kasta tertinggi menjadi tanda dimulainya era gila bola di kabupaten Lamongan, seluruh kalangan masyarakat menyambut kehadiran tim yang tak pernah diperhitungkan di per-sepakbola-an nasional, Persela menjadi identitas baru yang membawa nama Lamongan semakin melejit di telinga.

Suporter Persela dan Spanduk Pecel Lele

Sinergi masyarakat diaspora yang hidup di luar kota dengan sepakbola Lamongan berjalan lurus, orang-orang yang hatinya masih tertaut dengan Lamongan tersebut menambah daya gedor Persela Lamongan jika bertandang ke luar kota, alasan pastinya adalah kehadiran mereka menambah semangat pemain yang bermain untuk Lamongan dan mewakili diri mereka yang ada di tribun. Kuliner dan Persela menjadi dua identitas yang tak terpisahkan, tak jarang spanduk lapak mereka juga terpampang di tribun penonton sebagai representasi dua identitas kota Lele.

Posting Komentar

0 Komentar